WHAT’S HOT NOW

ads header

ARSIP KEGIATAN LKS JALADRI NUSANTARA

LKS JALADRI NUSANTARA

PONPES DARUL FALIHIN

SMA ISLAM TEJA BUANA

SANTUANAN YATIM DAN DUAFA

MARHABAN YA SYAHRO SIYYAMI

### **Nasihat Sebelum Masuk Ramadhan** 🌙✨ Detik-detik menjelang bulan Ramadhan adalah momen istimewa yang seharusnya kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Ini bukan hanya tentang persiapan fisik, tetapi juga persiapan hati dan spiritual agar Ramadhan kita menjadi lebih bermakna. #### **1. Perbanyak Taubat dan Istighfar** Sebelum memasuki bulan suci, marilah kita membersihkan hati dari dosa dengan banyak beristighfar dan bertaubat kepada Allah SWT. Ramadhan adalah bulan ampunan, tetapi lebih baik jika kita sudah mempersiapkan diri dengan hati yang bersih sejak awal. #### **2. Saling Memaafkan** Jangan biarkan dendam, iri hati, atau perselisihan menghalangi keberkahan Ramadhan kita. Luangkan waktu untuk meminta maaf kepada orang tua, saudara, teman, dan siapa pun yang mungkin pernah kita sakiti. #### **3. Perkuat Niat dan Azam (Tekad)** Ramadhan bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga waktu untuk memperbaiki diri. Niatkan dalam hati bahwa tahun ini kita akan menjalani Ramadhan dengan lebih baik, lebih khusyuk, dan lebih mendekatkan diri kepada Allah. #### **4. Persiapkan Diri untuk Ibadah Maksimal** - Mulai biasakan shalat malam atau tahajud. - Perbanyak membaca Al-Qur’an agar lebih lancar saat Ramadhan. - Latih diri untuk bersedekah dan berbagi kepada yang membutuhkan. - Kurangi hal-hal yang tidak bermanfaat seperti terlalu banyak bermain gadget atau menonton hiburan yang kurang baik. #### **5. Jaga Kesehatan Fisik dan Mental** Agar bisa menjalankan puasa dengan baik, pastikan tubuh dalam kondisi sehat. Kurangi konsumsi makanan berlebihan sebelum Ramadhan dan mulai atur pola tidur agar tidak kaget saat sahur dan tarawih. #### **6. Sambut dengan Rasa Syukur dan Bahagia** Banyak orang yang tahun lalu masih bersama kita, tetapi tahun ini sudah dipanggil Allah. Jika kita masih diberi kesempatan untuk bertemu Ramadhan, itu adalah nikmat luar biasa. Sambutlah dengan hati yang penuh syukur dan kegembiraan. 🌙 **Semoga kita semua diberikan kesempatan untuk menjalani Ramadhan dengan penuh keberkahan, mendapatkan ampunan, dan menjadi pribadi yang lebih baik. Aamiin.** 🤲✨

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah

**Bahagia Menyambut Bulan Ramadhan** Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, ampunan, dan rahmat dari Allah SWT. Setiap Muslim menyambutnya dengan hati yang gembira dan penuh rasa syukur. Mengapa kita harus bahagia menyambut Ramadhan? 1. **Bulan Penuh Keberkahan** Setiap amal ibadah di bulan Ramadhan dilipatgandakan pahalanya. Puasa, shalat, membaca Al-Qur'an, dan sedekah menjadi ladang amal yang besar. 2. **Kesempatan untuk Mendapatkan Ampunan** Ramadhan adalah bulan di mana Allah SWT membuka pintu ampunan selebar-lebarnya. Barang siapa yang berpuasa dengan penuh keimanan dan keikhlasan, dosa-dosanya yang lalu akan diampuni. 3. **Meningkatkan Kedekatan dengan Allah** Dengan beribadah lebih banyak, kita bisa merasakan kedamaian dan ketenangan hati. Ramadhan adalah waktu terbaik untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas iman. 4. **Merajut Kebersamaan dan Kepedulian** Ramadhan juga mengajarkan kita untuk lebih peduli terhadap sesama, terutama fakir miskin dan anak yatim. Berbagi kebahagiaan dengan mereka akan membuat hati semakin lapang dan bahagia. 5. **Melatih Kesabaran dan Disiplin** Dengan berpuasa, kita belajar menahan diri dari hawa nafsu, sabar dalam menghadapi ujian, dan lebih disiplin dalam menjalani ibadah. Mari kita sambut Ramadhan dengan hati yang bersih, penuh kebahagiaan, dan semangat untuk memperbanyak amal ibadah. Semoga Allah SWT memberikan kita kesempatan untuk menikmati keberkahan Ramadhan tahun ini. **Ramadhan Mubarak!** 🌙✨

DISTRIBUSI PAKEN SANTUNAN KEPADA SANTRI

*LAPORAN KEGIATAN* =========== Pemberian Uang Saku bagi Santri Yatim Penghafal Al-Qur'an LKSa Jaladri Nusantara *I. PENDAHULUAN* Alhamdulillah, atas rahmat Allah SWT, Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) telah melaksanakan pemberian uang saku bagi santri yatim penghafal Al-Qur'an guna mendukung kesejahteraan dan semangat mereka. *II. TUJUAN KEGIATAN* 1. Membantu kebutuhan finansial santri yatim. 2. Memotivasi santri dalam menghafal Al-Qur'an. 3. Meningkatkan kesejahteraan mereka. *III. WAKTU DAN TEMPAT* • Hari/Tanggal : Ahad 08/02/2025 • Tempat : MDTa Nurul Hikmah *IV. SASARAN* Kegiatan ini diikuti oleh 16 santri yatim penghafal Al-Qur'an di bawah binaan LKSA. *V. SUMBER DANA* Dana berasal dari donasi para dermawan, muhsisin, dan muwakif yang telah berkontribusi. *VI. PELAKSANAAN* Kegiatan berlangsung tertib dan penuh kebersamaan. Uang saku disalurkan langsung kepada santri dengan doa dan motivasi agar mereka semakin giat dalam menghafal Al-Qur'an. *VII. PENUTUP* Kami mengucapkan terima kasih kepada para dermawan, muhsisin, dan muwakif atas kepedulian dan dukungannya. Semoga Allah SWT melipatgandakan pahala, keberkahan, serta rezeki mereka. Aamiin. Ketua LKSA Ramdanil Mubarok ------------ Doa untuk Para Dermawan اللَّهُمَّ اجْزِهِمْ خَيْرَ الجَزَاءِ، وَبَارِكْ لَهُمْ فِي أَمْوَالِهِمْ وَأَهْلِهِمْ، وَوَسِّعْ عَلَيْهِمْ فِي رِزْقِهِمْ، وَيَسِّرْ لَهُمْ كُلَّ أَمْرٍ، وَاحْفَظْهُمْ مِنْ كُلِّ وَسُوءٍ، وَاجْعَلْ هَذَا عَمَلَهُمْ وَسِيلَةً لِتَحْقِيقِ كُلِّ حَاجَةٍ وَصَالِحِ دُعَائِهِمْ، وَأَنْعِمْ عَلَيْهِمْ وَعَلَى أَهْلِهِمْ بِالصَّلَاحِ وَالْبَرَكَةِ، وَارْزُقْهُمْ كُلَّ خَيْرٍ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاجْعَلْهُمْ مِنَ المُقَرَّبِينَ إِلَيْكَ. Ya Allah, berilah balasan terbaik kepada mereka, berkahilah harta dan keluarga mereka, luaskan rezeki mereka, mudahkan segala urusan mereka, lindungilah mereka dari segala bahaya dan keburukan. Jadikanlah amal mereka sebagai wasilah terkabulnya segala hajat dan doa-doa mereka. Karuniakan kepada mereka dan keluarga mereka kesalehan dan keberkahan. Limpahkanlah segala kebaikan di dunia dan akhirat kepada mereka, dan jadikanlah mereka di antara hamba-hamba-Mu yang dekat dengan-Mu. Aamiin. Semoga doa ini membawa manfaat dan keberkahan bagi para dermawan. Aamiin.

Wakaf Pengeras Suara

UPDATE INFO WAKAF PENGADAAN SOUND SYSTEM🔊📣 Siapakah manusia yang paling bahagia? Manusia yang berhenti nafasnya, namun tak berhenti pahalanya! Pondok Pesantren Darul Falihin membuka peluang pahala tak terputus dengan Wakaf Pengadaan Sound System (untuk Imam & Adzan Sholat Berjamaah 5 waktu, Tasmi’ Al Qur’an, Kajian, & Sarana Dakwah lainnya) Alhamdulillah sudah terkumpul donasi sebesar : Rp 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah) Dari total dana yang dibutuhkan ✅ Nominal Wakaf: Rp 10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah) Wakaf Sound System dapat disalurkan melalui rekening: *Mari salurkan wakaf terbaiknya melalui:* 💳 *REKENING LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL* ALIRKAN AMAL JARIYAH: BSI ( Kode 451 ) *7265128027* BRI ( kode 002 ) *4159 01 024040 53 0* BJB( kode 110 ) *0102630807100* a.n Yayasan Jaladri Nusantara Konfirmasi Wakaf melalui: 0813-0526-5195

menju Ramadhan

ibadah



Ibnus Sammak menulis surat kepada saudaranya,

‏أَفْضَلُ العبادة الإمساك عن المعصية ، والوقوف عند الشهوة ، وَأَقْبَحُ الرغبة أَنْ تطلب الدُّنْيَا بعمل الآخرة

‏الآداب الشرعية (1/153)

“Ibadah yang paling utama adalah menahan diri dari maksiat dan berhenti saat syahwat.. dan seburuk-buruk keinginan adalah mencari dunia dengan melalui amalan akherat..”

(Al Adab Asy Syar’iyah 1/153)

Karena maksiat itu disukai oleh syahwat..
Meninggalkannya amat berat terlebih saat syahwat bergejolak..
Semakin membituhkan perjuangan maka semakin besar pahalanya..

Ucapan Terimakasih

Jangan lupa ucapkan terima kasih, lebih-lebih lagi sambil mendoakan.

Terima kasih terdiri atas dua kata, tetapi satu makna. Terima berarti kita mendapatkan sesuatu yang bernilai baik bagi kita. Sebagai ungkapan rasa syukur kita kasih atau memberikan sesuatu terhadap orang yang sudah memberi kita.

Seorang penulis buku motivasi berkata:

Setiap kali Anda berterima kasih kepada orang lain atas apa pun yang dia katakan atau lakukan, harga dirinya akan semakin bertambah. Dia lebih menyukai dan menghormati diri sendiri. Dia merasa lebih bahagia. Dia lalu menjadi terbuka untuk melakukan lebih banyak hal yang membuat Anda senang, sehingga membuat Anda berterima kasih padanya lagi. (Master Your Time, Master Your Life, Brian Tracy, hlm. 189)
Balas Budi Orang Lain
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ

“Tidak dikatakan bersyukur kepada Allah bagi siapa yang tidak tahu berterima kasih kepada manusia.” (HR. Abu Daud, no. 4811 dan Tirmidzi, no. 1954. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Balas budi tersebut mulai dari yang sedikit.

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ

“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667).

Ucapkan Jazakallah Khairan
Dalam Islam sebenarnya diajarkan lebih lagi, bukan hanya mengucapkan terima kasih, bahkan mendoakan agar orang yang berbuat baik dibalas dengan kebaikan.

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ، فَقَالَ لِفَاعِلهِ : جَزَاكَ اللهُ خَيْراً ، فَقَدْ أَبْلَغَ فِي الثَّنَاءِ

“Barangsiapa yang diperlakukan baik, lalu ia mengatakan kepada pelakunya, ‘Jazakallahu khairan (artinya: Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan)’, maka sungguh ia telah sangat menyanjungnya.” (HR. Tirmidzi. Ia berkata bahwa hadits ini hasan sahih) [HR. Tirmidzi, no. 2035 dan An-Nasai dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, 180; juga dari jalur Ibnu As-Sunni dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, no. 275; Ath-Thabrani dalam Ash-Shaghir, 2:148. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih, perawinya tsiqqah).

Dari Jabir bin Abdillah Al Anshary radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرْوُفٌ فَلْيُجْزِئْهُ، فَإِنْ لَمْ يُجْزِئْهُ فَلْيُثْنِ عَلَيْهِ؛ فَإِنَّهُ إِذَا أَثْنَى عَلَيْهِ فَقَدْ شَكَرَهُ، وَإِنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ، وَمَنْ تَحَلَّى بَمَا لَمْ يُعْطَ، فَكَأَنَّمَا لَبِسَ ثَوْبَيْ زُوْرٍ

“Siapa yang memperoleh kebaikan dari orang lain, hendaknya dia membalasnya. Jika tidak menemukan sesuatu untuk membalasnya, hendaklah dia memuji orang tersebut, karena jika dia memujinya maka dia telah mensyukurinya. Jika dia menyembunyikannya, berarti dia telah mengingkari kebaikannya. Seorang yang berhias terhadap suatu (kebaikan) yang tidak dia kerjakan atau miliki, seakan-akan ia memakai dua helai pakaian kepalsuan.” (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, no. 215, disahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

Dalam Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah (5:322) disebutkan bahwa ‘Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu berkata,

لو يعلم أحدكم ما له في قوله لأخيه : جزاك الله خيرا ، لأَكثَرَ منها بعضكم لبعض

“Seandainya salah seorang di antara kalian tahu akan baiknya doa “Jazakallahu khoiron (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan) tentu ia akan terus mendoakan satu dan lainnya.”

Dalam Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah pernah mengatakan, “Membalas jasa orang lain tergantung pada keadaannya. Bentuk balas budi kadang ada yang dengan memberi yang semisal atau lebih dari itu. Bentuk lainnya bisa pula dengan mendoakannya dan tidak suka bila dibalas dengan materi. Karena ada orang yang terpandang yang memiliki harta melimpah dan punya kedudukan yang mulia ketika ia memberi hadiah lalu dibalas dengan semisal, ia menganggap itu merendahkannya. Yang ia inginkan adalah doa, maka doakanlah ia. Terus doakan sampai yakin telah membalasnya. Di antara bentuk doanya adalah mengucapkan jazakallah khoiron (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan). Karena kalau didoakan dengan kebaikan, itu sudah menjadi kebahagiaan di dunia dan akhirat.”


Kami bangga demi masa depan bangsa dan nusantara

Hari santri

Hari Santri 

kebaikan jangan di ungkit


Di antara bentuk penyakit dan maksiat lisan (lidah) adalah mengungkit-ungkit pemberian kepada orang lain. Misalnya seseorang mengatakan kepada temannya, “Bukankah dulu aku yang telah memenuhi kebutuhanmu saat kamu kesusahan, mengapa sekarang melupakanku?” atau kalimat-kalimat semacam itu.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian batalkan (pahala) sedekah kalian dengan mengungkit-ungkit pemberian dan menyakiti (yang diberi).” (QS. Al-Baqarah [2]: 264)

Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala jelaskan bahwa perbuatan suka mengungkit-ungkit pemberian yang telah disedekahkan atau dihadiahkan kepada orang lain itu dapat membatalkan (menghapuskan) pahala. Dan perbuatan suka mengungkit-ungkit pemberian menunjukkan kurangnya iman orang tersebut. Karena dalam ayat di atas, Allah Ta’ala awali dengan “Wahai orang-orang yang beriman … “. Dengan kata lain, tuntutan atau konsekuensi dari keimanan kepada Allah Ta’ala adalah tidak melakukan hal yang demikian itu.

Dalam ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنّاً وَلا أَذىً لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah [2]: 262)

Diriwayatkan dari sahabat Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Tiga golongan manusia yang Allah tidak akan mengajak mereka bicara pada hari kiamat, tidak melihat mereka, tidak mensucikan dosanya dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih.”

Abu Dzar berkata lagi, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulanginya sampai tiga kali. Abu Dzar berkata, “Mereka gagal dan rugi, siapakah mereka wahai Rasulullah?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

الْمُسْبِلُ، وَالْمَنَّانُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ

“Orang yang melakukan isbal (memanjangkan sarungnya sampai melebihi mata kaki, pent.), orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian, dan orang yang (berusaha) membuat laku barang dagangan dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim no. 106)

Berdasarkan ayat dan hadits di atas, di antara bentuk dosa dan maksiat lisan adalah suka mengungkit-ungkit pemberian atau sedekah yang telah dia berikan kepada orang lain. Dan perbuatan ini termasuk dosa besar, karena terdapat ancaman khusus dari syariat. Ancaman pertama, dibatalkannya pahala (sebagaimana dalam ayat). Juga ancaman yang terdapat dalam hadits. Sehingga disimpulkan bahwa perbuatan tersebut adalah dosa besar sebagaimana kaidah yang disampaikan oleh para ulama bahwa setiap dosa yang memiliki ancaman khusus, maka digolongkan dalam dosa besar.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsamin rahimahullah mengatakan,

أن المن والأذى بالصدقة كبيرة من كبائر الذنوب؛ وجه ذلك: ترتيب العقوبة على الذنب يجعله من كبائر الذنوب

“Perbuatan mengungkit-ungkit pemberian dan menyakiti dalam melakukan sedekah (pemberian) [1] termasuk dalam dosa besar. Sisi pendalilannya, karena disebutkannya hukuman setelah menyebutkan dosa (tertentu) menjadikan dosa tersebut sebagai dosa besar.” (Tafsir Surat Al-Baqarah, Asy-Syamilah

Catatan kaki:

[1] Di antara bentuk perbuatan “menyakiti” dalam melakukan pemberian adalah memberikan sedekah dengan cara dilempar sehingga orang yang diberi sedekah tampak dihinakan.



Mimpi

Sebagai seorang Muslim sudah pasti ada pada dirinya perasaan cinta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , namun rasa cinta tersebut berbeda antara satu dengan yang lain dalam kadar kedalaman cintanya secara individual. Kata cinta tersebut tidak cukup sebagai hiasan kata-kata di bibir, tetapi harus dibuktikan dalam tindakan dan perbuatan sehari-hari. Rasa cinta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wajib dimiliki oleh setiap Muslim, bahkan melebihi cinta kepada orang tua, anak dan isteri.

Allah berfirman:

النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ

Nabi (itu) lebih utama bagi orang-orang Mukmin daripada diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. [al-Ahzab/33:6]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Dari Anas Radhiyallahu anhu ia berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Tidaklah beriman salah seorang kalian sampai aku lebih dicintainya dari orang tuanya, anaknya dan manusia seluruhnya.” [Muttafaq `alaihi]

Para Ulama menjelaskan bahwa cinta kepada  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbagi kepada dua tingkatan:

Tingkat pertama: Cinta yang wajib terdapat pada setiap pribadi Muslim. Ia merupakan dasar keimanan seseorang. Yaitu keridhaan menerima dengan sepenuh hati ajaran yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan disertai rasa cinta dan pengagungan, serta tidak mencari petunjuk di luar petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Kemudian menta’ati perintahnya, meninggalkan larangannya, mempercayai segala beritanya dan membela agamanya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Tingkat kedua: Cinta yang melebihi dari tingkat sebelumnya. Yaitu cinta yang membawa kepada sikap yang menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu-satunya figur atau qudwah dalam segala segi kehidupan. Mulai dari menghidupkan sunnah-sunnah beliau, baik dalam bentuk kualitas maupun kuantitas. Demikian pula, dalam berakhlak dan budi pekerti terhadap keluarga, karib-kerabat, tetangga dan masyarakat. Sampai dalam hal adab-adab sehari-hari lainnya seperti dalam berpakaian, makanan-minum, buang hajat dan tidur.[1]

Sifat-sifat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu hadir dalam benaknya dan senantiasa ia jadikan sebagai teladan dalam kehidupannya sehari-hari, hingga cinta tersebut membuatnya benar-benar rindu ingin bertemu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bersedia menebus perjumpaannya dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan keluarga dan hartanya.

Sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ « مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِيْ لِيْ حُبًّا نَاسٌ يَكُونُونَ بَعْدِيْ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِى بِأَهْلِهِ وَمَالِهِ »

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Umatku yang amat sangat mencintaiku adalah manusia yang datang setelahku, salah seorang mereka berkeinginan seandainya ia dapat melihatku meskipun dengan (mengorbankan) keluarga dan hartanya”.

Salah seorang mengungkapkan perasaannya di hadapan al-Miqdâd bin al-Aswad, sebagaimana terdapat dalam kisah berikut:

عَنْ جُبَيْرٍ بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ أَبِيْهِ قاَلَ جَلَسْنَا إِلَى الْمِقْدَادِ بْنِ اْلأَسْوَدِ يَوْماً فَمَرَّ بِهِ رَجُلٌ فَقَالَ: طُوْبَىْ لِهَاتَيْنِ الْعَيْنَيْنِ اللَّتَيْنِ رَأَتاَرَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللهِ لَوَدَدْناَ أَناَّ رَأَيْناَ مَا رَأَيْتَ وَشَهِدْناَ مَا شَهِدْتَ

Jubair bin Nufair meriwayatkan dari bapaknya, ia berkata: ” Pada suatu hari, kami duduk di dekat Miqdâd bin al-Aswad. Lalu seseorang lewat sambil berkata (kepada al-Miqdâd): “Kebaikanlah bagi dua mata ini yang melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Jubair menanggapi): “Demi Allah, kami berkeinginan melihat apa yang engkau lihat, dan menyaksikan apa yang engkau saksikan”.  [HR Bukhâri dalam Adâbul Mufrad dan dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni]

Barangkali perasaan seperti di atas banyak orang yang mengaku memilikinya, tetapi sikap dan tingkah lakunya sendiri sangat jauh berseberangan dengan apa yang diakuinya. Atau amalan-amalannya jauh dari sunnah, bahkan amat nyata bertolak belakang dengan ajaran yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, penuh dengan kesyirikan dan bid’ah. Tentu hal yang demikian sudah pasti menodai cintanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena rasa cinta harus diiringi dengan amalan yang sesuai dengan tata cara yang dicontohkan dan diajarakan serta dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jika tidak demikian, tentu cintanya akan ditolak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana beliau nyatakan dalam sabda beliau:

عن عَائِشَةُ –رضي الله عنها- أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ « مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ». رواه البخاري ومسلم.

Dari Aisyah Radhiyallahu anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada di atasnya perintah kami, maka amalan tersebut ditolak”(Muttafaq `alaihi)

Maka, jika cinta kita ingin diterima dan tidak ditolak, jalan satu-satunya adalah beramal sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik berupa shalat, dzikir, dll.

Orang-orang yang benar-benar cinta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sekalipun mata kepalanya tidak dapat melihat sifat fisik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara nyata waktu di dunia, namun sifat-sifat, tuntunan dan ajaran beliau selalu hadir dalam pandangan mata hatinya; maka Allah Azza wa Jalla akan mengumpulkan orang tersebut bersama orang yang dicintainya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَقُولُ فِي رَجُلٍ أَحَبَّ قَوْمًا وَلَمْ يَلْحَقْ بِهِمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ

Dari Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia bertanya: “Ya Rasulullah! Bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang mencintai suatu kaum dan ia tidak berjumpa dengan mereka?” Jawab Rasulullah: “Seorang manusia (akan dikumpulkan) bersama orang yang dicintainya” [Muttafaqalaihi]

Kadangkala seorang Mukmin yang memiliki rasa cinta dan rindu bertemu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah memberi karunia kepadanya mimpi bertemu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam waktu di dunia. Namun, bermimpi bertemu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering disalah-gunakan oleh sebagian orang dalam mencapai maksud dan tujuan tertentu.

Berbagai warna bentuk penyimpangan dalam masalah bermimpi bertemu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering kita temui dalam kehidupan kita. Seperti ada yang mengaku mimpi bertemu Nabi dengan pengakuan dusta sebagai modal untuk mengelabui orang dan mencari popularitas di kalangan pengikutnya. Padahal, ia sama sekali tidak bermimpi melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagian lagi, ada yang mengaku menerima ajaran tertentu atau metode baru dalam beribadah saat bermimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dan sebagian yang lain mengaku mendapat do’a atau dzikir dan salawatan tertentu dalam mimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dan ada pula yang bermimpi sekedar melihat seseorang berpakaian serba putih dan pakai surban, sudah langsung diprediksi bahwa ia bermimpi melihat Nabi. Dan ada lagi  yang melakukan wirid-wirid tertentu untuk bermimpi bertemu Nabi, padahal tidak pernah ada anjuran atau tuntunannya dalam syari’at. Atau menganggap orang yang mimpi bertemu Nabi berhak di klaim sebagai wali, serta dapat memberi berkah. Atau setelah bermimpi, mengaku bertemu dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan terjaga.

Agar kita selamat dari penyimpangan-penyimpangan ini. Maka selayaknya kita menyimak penjelasan Ulama tentang hal ini? Oleh sebab itu, bahasan kali ini sengaja mengangkat seputar pembahasan mimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Mungkinkah mimpi bertemu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Dan Apa hakekatnya?
Mimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu hal yang mungkin dan bisa dialami oleh seseorang, sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yang shahîh. Berikut ini adalah hadits-hadits tersebut termasuk penjelasan Ulama dalam penjabarannya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ  رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : وَمَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي حَقًّا فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ فِي صُورَتِي وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Abu Hurairah Radhiyallahu anhu  meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Barangsiapa melihatku dalam mimpi, maka sungguh ia telah melihatku secara benar. Sesungguhnya setan tidak bisa menyerupai bentukku. Barangsiapa yang berdusta atasku secara sengaja maka ia telah mengambil tempat duduk dalam neraka”.  [HR Bukhâri dan Muslim]

Dalam hadits pertama ini terdapat beberapa penjelasan, di antaranya:

Seseorang yang melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpi, maka sesungguhnya ia benar-benar telah melihatnya.[2] Apabila ciri-ciri sifat fisiknya sesuai dengan gambaran yang terdapat dalam hadits-hadits shahîh. Jika ciri-ciri sifat fisiknya tidak sesuai, para Ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Sebagian Ulama berpendapat, bahwa makna mimpinya perlu ditakwilkan. Hal itu pertanda tentang kekurangan yang terdapat pada diri orang yang bermimpi tersebut dalam hal beragama. Atau sebagai pertanda terjadinya kerusakan dalam kehidupan beragama di tengah-tengah masyarakat. Sebagian Ulama lain berpendapat bahwa ia tidak melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena ciri-ciri sifat fisiknya tidak sesuai dengan ciri-ciri sifat fisik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tetapi setan berupaya menipunya dalam mimpi tersebut dengan cara mengaku sebagai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sekalipun setan tersebut tidak mampu menyerupai ciri-ciri sifat fisik Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu, sebagian para Sahabat dan tabi’în jika ada seseorang mengaku mimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempertanyakan ciri-ciri sifat fisiknya. Hal ini ditegaskan oleh Ibnu Sirîn dalam ungkapan beliau: “Apabila ia melihatnya dalam bentuk rupa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sebenarnya”.[3]

Sebagaimana Ibnu Hajar menyebutkan sebuah riwayat dengan sanad yang shahîh dari Ibnu Sirîn rahimahullah : “Apabila ada seseorang mengisahkan kepadanya bahwa ia melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam mimpi), maka Ibnu Sirin rahimahullah berkata: “Sebutkanlah padaku ciri sifat-sifat orang yang engkau lihat tersebut?” Jika orang tersebut menyebutkan sifat yang tidak dikenalnya, maka Ibnu Sirin rahimahullah katakan: “Sesungguhnya engkau tidak melihatnya”.

Berikutnya Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan pula riwayat dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu yang dengan sanad yang Jayyid; Ibnu Kulaib berkata: “Aku katakan pada Ibnu Abbâs: “Aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpi!” Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata: “Sebutkanlah ciri sifat-sifatnya padaku!” Ibnu Kulaib berkata : “Aku sebutkan Hasan bin Ali, lalu aku serupakan dengannya.” Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu  berkata : “Sungguh engkau telah melihatnya” ” [4].

Hadits ini menunjukkan tentang kesempurnaan bentuk sifat fisik jasmani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat rupawan, sehingga setan tidak mampu untuk menyerupainya.[5] Kesempurnaan tersebut ditambah lagi dengan kemulian sifat-sifat rohani beliau. Tentu setan akan semakin tidak mungkin untuk meniru atau menyerupainya, karena bentuk asli jasmani setan sangat jelek. Oleh sebab itu, Allah Azza wa Jalla  jadikan sebagai perumpamaan bagi pohon Zaqqum.[6] yang menjadi makannan penduduk Neraka. Demikian pula asli sifat rohaninya adalah sangat buruk pula, oleh sebab itu ia diberi nama setan, yang artinya dalam bahasa Arab: pembangkang/yang amat jauh dari nilai-nilai kebaikan.[7]
Penggalan akhir dari hadits di atas terdapat larangan sekaligus ancaman bagi orang yang berbohong atau berdusta dalam hal mimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup hadits tentang mimpi tersebut dengan sabda beliau “Barangsiapa yang berdusta atasku secara sengaja maka ia telah mengambil tempat duduk dalam neraka”.
Pengakuan bertemu Nabi dalam keadaan terjaga (bangun).
Sebagian dari orang-orang sufi menganggap bahwa mereka bisa melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan sadar (terjaga). Dan ikut menghadiri perayaan maulid bersama mereka. Keyakinan ini adalah keyakinan yang batil lagi sesat, sangat bertolak belakang dengan al-Qur’ân dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta ijmâ’ para Ulama. Mereka menyandarkan pandangan mereka pada hadits berikut:

عَنْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَسَيَرَانِي فِي الْيَقَظَةِ وَلَا يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِي قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ ابْنُ سِيرِينَ إِذَا رَآهُ فِي صُورَتِهِ

Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata: “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang melihatku dalam mimpi, maka ia akan melihatku dalam keadaan terjaga. Dan setan tidak mampu menyerupaiku”.

Imam Bukhâri setelah menyebutkan hadits ini berkata: “Ibnu Sîrîn berkata: “Apabila ia melihatnya dalam bentuk rupa yang sebenarnya””.

Dalam hadits kedua ini terdapat tambahan penjelasan dari hadits yang pertama, yaitu kalimat: فَسَيَرَانِي فِي الْيَقَظَةِ)) : “Maka ia akan melihatku dalam keadaan terjaga“.

Para Ulama menerangkan maksud dari hadits tersebut dengan beberapa penjelasan:

Pertama: Yang dimaksud adalah orang yang hidup di masa beliau tetapi belum pernah berjumpa dengan beliau. Jika ia bermimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mimpi tersebut akan menjadi kenyataan.
Kedua: Yang dimaksud, ia akan berjumpa dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pertemuan yang khusus di akhirat kelak. atau ia adalah di antara orang yang akan memperoleh syafa`at Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di akhirat kelak.
Ketiga: Yang dimkasud, mimpi orang tersebut akan terbukti di akhirat kelak, sesuai dengan apa yang dilihatnya dalam mimpi tersebut.
Berkata Ibnul-Jauzi rahimahullah : “Ini adalah bagaikan kabar gembira bagi orang yang melihatnya, bahwa dia akan berjumpa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari kiamat.”[8].

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam menjelaskan maksud hadits tersebut ada beberapa pendapat:

Pertama: Yang dimaksud adalah orang yang hidup pada masanya. Artinya, barangsiapa yang melihatnya dalam mimpi sedangkan ia belum berhijrah; maka Allah memberi taufik kepadanya untuk berhijrah dan bertemu melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan nyata dalam keadaan terjaga.
Kedua: Dia akan melihat kenyataan mimpinya tersebut dalam keadaan terjaga pada hari kiamat, karena semua umatnya akan melihatnya pada hari kiamat.
Ketiga: Dia akan melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari akhirat secara khusus dalam keadaan dekat dan mendapat syafa`atnya atau yang semisalnya”.[9]
Berkata al-Qisthallâny: “Barangsiapa yang melihatku dalam mimpi, maka ia akan melihatku dalam keadaan terjaga“, artinya pada hari secara khusus dalam keadaan dekat dengannya. Atau orang yang melihatku dalam mimpi dan ia belum berhijrah, Allah memberi taufik kepadanya untuk berhijrah kepadaku dan mendapat kemulian menjumpaiku. Allah Azza wa Jalla menjadikan mimpinya sebagai pertanda akan melihatku dalam keadaan terjaga. Menurut pendapat yang pertama, di dalamnya terdapat kabar gembira bagi orang yang bermimpi bahwa ia akan mati dalam keadaan Muslim”.[10]

Adapun pendapat yang mengatakan bahwa ia benar-benar akan berjumpa dalam keadaan terjaga waktu di dunia ini setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat adalah pendapat yang sangat batil lagi sesat. Pendapat ini ditolak dan dibantah dengan tegas oleh para Ulama Ahlussunnah.

Imam al-Qurthûbi rahimahullah berkata: “Dalam makna hadits ini terdapat perbedaan; sebagian berpendapat sebagaimana lahirnya, yaitu barangsiapa yang melihat dalam mimpi, maka ia telah melihat secara hakiki sama seperti orang melihatnya di waktu terjaga. Pendapat ini dapat diketahui kekeliruannya dengan dalil akal yang mengharuskan:

Bahwa, tidak seorang pun yang melihatnya melainkan dalam bentuk saat beliau meninggal.
Tidak mungkin ada dua orang yang mimpi melihatnya dalam waktu yang sama dalam dua tempat.
Bahwa ia hidup keluar dari kuburnya dan berjalan di pasar serta berbicara dengan manusia.
Bahwa kuburnya kosong dari jasadnya, sehingga tidak tertinggal sesuatu dalamnya, maka yang diziarahi hanya kubur semata (tanpa jasad) dan memberi salam kepada sesuatu tidak ada.
Karena ia bisa dilihat di sepanjang waktu; pagi dan sore secara hakiki di luar kuburnya. Pendapat ini adalah kebodohan, tidak akan berpegang dengannya siapa saja yang memiliki sedikit akal sehat”.[11]

Abu Bakar Ibnu al-Arabi rahimahullah berkata: “Sebagian orang shaleh berpendapat asing (ganjil), ia mengira bahwa bermimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa terjadi dengan melihat dengan kedua mata kepala secara nyata”.[12]

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Melihat para Nabi dalam mimpi adalah haq (benar). Adapun melihat orang yang sudah mati dalam keadaan terjaga, maka ini adalah jin yang menjelma dalam bentuknya. Sebagaimana setan kadangkala menjelma dalam mimpi dalam bentuk seseorang. Bahkan, kadangkala dalam keadaan terjaga yang dapat dilihat orang banyak; sehingga menyesatkan bagi sebagian orang yang tidak mempunyai ilmu dan iman. Seperti terjadi di kalangan kaum musyrik India dan lainnya. Apabila ada seseorang meninggal, maka setelah itu mereka melihatnya membayar hutang, mengembalikan titipan dan menceritakan tentang orang-orang mati di antara mereka. Sesungguhnya itu adalah setan yang menjelma dalam bentuknya. Kadangkala ia datang dalam bentuk orang shaleh yang mereka kagumi. Dan ia berkata: ”Saya adalah si Fulan.”; padahal sebenarnya ia adalah setan.

Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Barangsiapa yang melihatku dalam mimpi, maka sungguh ia telah melihat dengan benar. Sesungguhnya setan tidak bisa menyerupaiku”.

Maka melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah benar adanya, adapun melihatnya dalam keadaan terjaga, maka ia tidak mungkin bisa dilihat dengan mata. Sama adanya,  baik itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri maupun orang-orang lain yang sudah mati. Sekalipun kebanyakan dari manusia kadangkala melihat sesorang yang menurut prasangkanya adalah Nabi di antara para nabi. Kadangkala dekat kuburannya atau dijauh dari kuburannya”.[13]


Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abâd berkata: “Hal ini mengandung dua kemungkinan, pertama: seseorang yang hidup pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun ia belum pernah melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian bermimpi melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka sesungguhnya Allah Azza wa Jalla akan memudahkan baginya untuk bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berhijrah kepadanya. Kemudian akan melihat apa dengan nyata apa yang dilihatnya dalam mimpinya tersebut…”.[14]

Dari penjelasan para Ulama di atas dapat kita pahami bahwa pendapat yang mengatakan seseorang yang bermimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar akan berjumpa dalam keadaan terjaga waktu di dunia ini setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat adalah pendapat yang sangat batil lagi sesat.

Pendapat tersebut bertolak belakang dengan firman Allah Azza wa Jalla :

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ

Sesungguhnya engkau akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).[az-Zumar/30:39]

Dan firman Allah:

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا

Tiadalah Muhammad itu melainkan seorang rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun”.[Ali Imran/3:144]

Dua ayat di atas dengan tegas menerangkan tentang kematian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seluruh umat Islam sepakat bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. Ia tidak akan bangkit dari kuburnya kecuali setelah hari kiamat. Barangsiapa yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke dunia sebelum hari kiamat dan bertemu dengan orang-orang tertentu, ini adalah keyakinan yang sesat sekali. Bahkan sama dengan akidah reinkarnasi yang diyakini orang-orang Hindu.

Tatkala membacakan salah satu dari ayat di atas Abu Bakar ash-Shiddîq Radhiyallahu anhu berkata:

فَمَنْ كَان َمِنْكُمْ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ مُحَمَّدًا  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ مَاتَ وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللهَ فَإِنَّ اللهَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ

Barangsiapa yang menyembah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. Barangsiapa yang menyembah Allah sesungguhnya Allah Maha Hidup tidak akan mati. (HR Bukhâri)

Pendapat tersebut juga bertentangan dengan hadits Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

عن أبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – « أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ »

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Saya adalah penghulu anak Adam pada hari kiamat, orang yang pertama dibangkit dari kuburnya dan orang yang pertama memberi syafaat.” [HR Muslim]

Hadits ini dengan jelas menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan keluar dari kuburnya kecuali setelah terjadinya hari kiamat dan seluruh manusia dibangkitkan dari kuburnya.

Pendapat yang mengatakan bahwa ia berjumpa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan terjaga, mengharuskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup dan keluar dari kuburnya, bahkan secara berkali-kali; kesesatan dan kebatilan pendapat tersebut amat nyata bagi orang yang punya ilmu dan iman.

Sebagian orang berdalil dengan hadits:

اْلأَنْبِياَءُ أَحْيَاءٌ فِيْ قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّوْنَ

Para nabi itu hidup dalam kuburan mereka, mereka shalat.[HR Abu Ya`la dan al-Bazzâr dan dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Ash-Shahîhah]

Jawabannya adalah:

Pertama: Bahwa kehidupan yang dimaksud di sini adalah kehidupan alam Barzakh yang hakikat dan bentuknya tidak ada yang mengetahui kecuali Allah Azza wa Jalla . Mengatakan bahwa mereka hidup seperti di dunia adalah suatu hal yang batil, sebab alam Barzakh tidak sama dengan alam dunia dalam segala segi.
Kedua: Dalam hadits tersebut secara jelas dan tegas menyebutkan mereka hidup dalam kubur, bukan hidup dan keluar ke dunia. Jika dipahami mereka hidup dan keluar ke dunia, maka ini suatu penyimpangan terhadap lafazh makna hadits tersebut.
Ketiga: Tidak pernah dinukilkan atau diriwayatkan dari seorang pun dari Sahabat maupun para Ulama terkemuka umat ini bahwa mereka berjumpa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan terjaga setelah beliau wafat. Bahkan di antara mereka ada yang bermimpi dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetapi tidak pernah mereka mengaku bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan bangun (terjaga). Sedangkan para Sahabat adalah orang yang paling dicintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi yang paling cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata: ”Jika seandainya ada orang yang melihatnya di waktu terjaga, tentu ia termasuk Sahabat. Berarti penilaian sebagai Sahabat tetap berlangsung sampai hari kiamat. Hal ini menjadi terbukti keliru sekali, ketika banyak yang mimpi bertemu tetapi tidak seorang pun mengaku berjumpa dalam keadaan sadar (bangun)”.[15]

Apakah ada kiat-kiat tertentu agar bermimpi bertemu Nabi Muhammad?
Di antara sebagian orang ada yang melakukan dzikir-dzikir tertentu agar bisa bermimpi dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal tuntunan tersebut tidak ada diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perbuatan tersebut adalah termasuk membuat perkara yang baru dalam agama. Para Ulama salaf yang pernah mimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan dzikir ataupun ibadah-ibadah tertentu.

Apakah mimpi bertemu Nabi Muhammad pertanda orang tersebut shalih?
Bentuk lain dari kesalah-pahaman dalam masalah mimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menganggap setiap orang yang bermimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah memiliki keistimewaan yang luar biasa. Bahkan kadangkala meyakini orang tersebut sebagai wali, yang bisa mengobati dan memberi berkah. Namun, bila melihat penjelasan Ulama sebagaimana telah diuraikan di atas, maka bermimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memilki dua bentuk yaitu adakala sebagai bisyârah (harapan baik); dan adakalanya sebagai peringatan (indzâr), sehingga tidak mutlak senantiasa sebagai bisyârah.

Al-Mu’allimi berkata: “Sesungguhnya para Ulama bersepakat bahwa sesungguhnya mimpi tidak bisa dijadikan hujjah. Tetapi ia hanya sebatas sebagai harapan baik (bisyârah), dan peringatan (tanbîh). Dan juga bisa sebagai dalil pendukung jika bersesuaian dengan hujjah syar’iyah (agama)”.[16]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]


Footnote
[1] Lihat “Huqûqun Nabi Bainal Ijlâl Wal Ikhlâl“,  Faishal al ‘Abdâny: 67
[2]  Ditegaskan dalam riwayat lain:
قَالَ أَبُوْ قَتاَدَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ( مَنْ رَآنِيْ فَقَدْ رَأَى الْحَقَّ ) رَوَاهُ الْبُخَارِيْ وَمُسْلِمٌ
Abu Qatâdah rahimahullah berkata bahwa  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang melihatku (mimpi), maka sungguh ia benar-benar telah melihat”.
[3]  Lihat Shahîhul–Bukhâri: 6/2567.
[4]  Lihat, Fathul Bâri: 12/384.
[5] Penegasan bahwa setan tidak mampu menyerupai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan dengan lafazh yang berbeda-beda, akan tetapi maknanya saling berdekatan:
(فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَتَكَوَّنُنِيْ)، (فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَتَخَيَّلُ بِيْ)، (وَلاَ يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانَ بِيْ )، (وَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَتَرَاءَىْ بِيْ)، (فَإِنَّهُ لاَ يَنْبَغِى لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَتَشَبَّهَ بِيْ) وَهِيَ فِيْ صَحِيْحَيْنِ أَوْ فِيْ أَحَدِهِمَا
[6]  Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ
Mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan.(Qs ash-Shaffat/37:65)
[7]  Lihat Mu’jam Maqâyîsil Lughah 3/184. dan Al-Mu’jamul Wasîth 1/483.
[8]  Lihat Kasyful al-Musykil 1/912.
[9]  Lihat Syarah Imam Nawawi:15/26.
[10]  Di nukil dalam kitab `Aunul Ma’bûd:13/249.
[11]  Disebutkan oleh Ibnu hajar dalam Fathul Bâri:12/384.
[12]  Disebutkan oleh Ibnu hajar dalam Fathul Bâri:12/384.
[13]  Lihat Al-Jawâbus Shahîh 4/15.
[14]  Lihat Syarah Sunah Abu Dâwud 28/426.
[15]  Lihat Fathul Bâri:12/285.
[16]  Lihat At-Tankîl:2/243.


Jangan terlalu banyak

Memang betul terlalu kenyang, kadang ketika kenyang kita akan semakin malas dalam beraktivitas dan juga dalam ibadah. Ketika kenyang kita pun akan lebih senang untuk merebahkan badan untuk tidur daripada bergerak dan beraktivitas. Imam Syafi’i adalah di antara ulama yang memberi contoh pada kita agar bersikap sederhana dalam makan.

Nasehat Imam Syafi’i rahimahullah yang kami maksud adalah sebagai berikut.

Abu ‘Awanah Al Isfiroyaini berkata bahwa Ar Robi berkata bahwa ia mendengar Imam Asy Syafi’i berkata,

ما شبعت منذ ست عشرة سنة إلا مرة، فأدخلت يدي فتقيأتها

“Aku tidaklah pernah kenyang selama 16 tahun kecuali sekali. Ketika kenyang seperti itu aku memasukkan tanganku (dalam mulut) agar aku bisa memuntahkan (makanan di dalam).”

Ibnu Abi Hatim dari Ar Robi’ menambahkan (perkataan Imam Syafi’i),

لان الشبع يثقل البدن، ويقسي القلب، ويزيل الفطنة، ويجلب النوم، ويضعف عن العبادة

“Karena yang namanya kenyang membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, kecerdasan berkurang, lebih banyak tidur dan malas ibadah.” (Siyar A’lamin Nubala, 10: 36)

Mengenai hadits yang menganjurkan makan sebelum kenyang sebenarnya dho’if. Akan tetapi maknanya benar dan bisa diamalkan. Dan sebenarnya makan sampai kenyang tidaklah masalah ketika tidak sampai menimbulkan bahaya.

Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya: Bagaimana keshahihan hadits berikut:

نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع

Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.“

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab:

Hadits ini memang diriwayatkan dari sebagian sahabat yang bertugas sebagai utusan, namun sanadnya dhaif. Diriwayatkan bahwa para sahabat tersebut berkata dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:

نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع

“Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang“

Maksudnya yaitu bahwa kaum muslimin itu hemat dan sederhana.

Maknanya benar, namun sanadnya dho’if, silakan periksa di Zaadul Ma’ad dan Al Bidayah Wan Nihayah. Faidahnya, bahwa seseorang baru makan sebaiknya jika sudah lapar atau sudah membutuhkan. Dan ketika makan, tidak boleh berlebihan sampai kekenyangan. Adapun rasa kenyang yang tidak membahayakan, tidak mengapa. Karena orang-orang di masa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan masa selain mereka pun pernah makan sampai kenyang. Namun mereka menghindari makan sampai terlalu kenyang. Terkadang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengajak para sahabat ke sebuah jamuan makan. Kemudian beliau menjamu mereka dan meminta mereka makan. Kemudian mereka makan sampai kenyang. Setelah itu barulah shallallahu’alaihi wa sallam makan beserta para sahabat yang belum makan.

Terdapat hadits, di masa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, ketika sedang terjadi perang Khondaq, Jabir bin Abdillah Al Anshari mengundang Nabi shallallahu’alaihi wa sallam untuk memakan daging sembelihannya yang kecil ukurannya beserta sedikit gandum. Kemudian Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengambil sepotong roti dan daging, kemudian beliau memanggil sepuluh orang untuk masuk dan makan. Mereka pun makan hingga kenyang kemudian keluar. Lalu dipanggil kembali sepuluh orang yang lain, dan demikian seterusnya. Allah menambahkan berkah pada daging dan gandum tadi, sehingga bisa cukup untuk makan orang banyak, bahkan masih banyak tersisa, hingga dibagikan kepada para tetangga.

Dan suatu hari, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyajikan susu pada Ahlus Shuffah (salah satunya Abu Hurairah, pent). Abu Hurairah berkata, “Aku minum sampai puas”. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ayo minum lagi, Abu Hurairah“. Maka aku minum. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ayo minum lagi“. Maka aku minum lagi. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ayo minum lagi“. Maka aku minum lagi, lalu aku berkata “Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, tidak lagi aku dapati tempat untuk minuman dalam tubuhku”. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengambil susu yang tersisa dan meminumnya. Semua ini adalah dalil bolehnya makan sampai kenyang dan puas yang wajar, selama tidak membahayakan. (Sumber: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/38)[1]

Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah (7: 1651-1652) berkata bahwa hadits “Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang“ adalah  ‘laa ashla lahu’ (tidak ada asalnya). Istilah ‘laa ashla lahu’ dalam mustholah hadits ada dua makna: (1) tidak ada sanadnya, (2) memiliki sanad tetapi tidak shahih.[2]

Sebaik-baik muslim adalah yang bersikap sederhana dalam makan dan keuntungan atau manfaatanya sangat luar biasa sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Syafi’i.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

@ Islamic Center Bathah, Riyadh, KSA, 25 Rajab 1433 H


[1] Dinukil dari tulisan saudara Yulian

[2] Lihat di sini: http://www.ahlalhdeeth.com/vb/archive/index.php/t-49898.html

Belajar Sepanjang Hayat

*Pesankan di Hari Pertama ini* 

Niatkan Para Orang tua menyiapkan keperluan anak sekolah, Repotnya membersamai mereka, biaya sekolah mereka, mengantar mereka sebagai bentuk Ibadah kita pada Allah. Bukankah mereka pelanjut sujud kita para orang tuanya? Bukankah mereka yang kelak berdo'a atas keselamatan kita?. 

Niatkan karena Allah, Jangan pesankan apa apa pada mereka kecuali Pesankan Nak jaga adabmu pada Guru, jangan melawan pada Guru, sertakan Allah di Hatimu, niatkan belajarmu karena Allah.
Kalau orang tua sudah berniat karena Allah, Anak anak berniat karena Allah. Serta Guru guru berniat karena Allah. Semoga Allah turunkan keberkahan dan Perlindungan. 

Waktu itu tidak akan kembali. Gunakan waktumu hari ini untuk belajar dengan sungguh-sungguh tentu kau akan petik hasilnya nanti, mintalah pertolongan kepada Allah agar diberikan kemudahan dan kelancaran dalam proses belajarmu, Karena hanya kepada Allah lah manusia bergantung dan meminta pertolongan. Semoga Allah berkahi & mudahkan langkahmu Nak untuk meraih Adab & ilmu. Nak...Ingatlah selalu apa yang telah di pesankan oleh Imam Syafi'i Rahimahullah :

 *وَمَنْ لَمْ يَذُقْ مُرَّ التَّعَلُّمِ سَاعَةً ## تَجَرَّعَ ذُلَّ الْجَهْلِ طُوْلَ حَيَاتِهِ* 

*“Barangsiapa tidak pernah merasakan pahitnya belajar sesaat, niscaya mendapat hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.”*

Menyambut Tahun Baru Hijriyah


Bacaan Doa Akhir Tahun Hijriyah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ, اَللّٰهُمَّ مَا عَمِلْتُ فِيْ هَذِهِ السَّنَةِ مِمَّا نَهَيْتَنِيْ عَنْهُ فَلَمْ أَتُبْ مِنْهُ وَلَمْ تَرْضَهُ وَلَمْ تَنْسَهُ وَحَلُمْتَ عَلَيَّ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوْبَتِيْ. وَدَعَوْتَنِيْ إِلَى التَّوْبَةِ مِنْهُ بَعْدَ جَرَاءَتِيْ عَلَى مَعْصِيَتِكَ , اَللّٰهُمَّ إِنِّي اَسْتَغْفِرُكَ فَاغْفِرْلِيْ, وَمَا عَمِلْتُهُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَاهُ وَوَعَدْتَنِيْ عَلَيْهِ الثَّوَابَ فَأَسْأَلُكَ اَللّٰهُمَّ يَا كَرِيْمُ. يَا ذَا اْلجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ أَنْ تَتَقَبَّلَهُ مِنِّيْ وَلاَ تَقْطَعْ رَجَائِيْ مِنْكَ يَا كَرِيْمُ, وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, wa Shallallaahu 'Ala Sayyidinaa Muhammadin wa 'Alaa Aalihi wa Shahbihii Wa Sallam. Allaahumma Maa 'Amiltu Fi Haadzihis Sanati Mimmaa Nahaitani 'Anhu Falam Atub Minhu wa Lam Tardhahu wa Lam Tansahu wa Halamta 'Alayya Ba'da Qudratika 'Alaa Uquubati wa Da'autani Ilattaubati Minhu Ba'da Jur'ati Alaa Ma'siyatika Fa Inni Astaghfiruka Fagfirlii wa Maa 'Amiltu Fiihaa Mimma Tardhaahu wa Wa'adtani 'Alaihits Tsawaaba Fas'alukallahumma Yaa Kariimu Yaa Dzal Jalaali Wal Ikram An Tataqabbalahuu minni Wa Laa Taqtha' Rajaai Minka Yaa Karim, Wa Shallallaahu 'Alaa Sayyidinaa Muhammadin Nabiyyil Ummiyyi wa 'alaa 'aalihii wa shahbihii wa sallam.
Artinya: " Dengan menyebut asma Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Semoga Allah tetap melimpahkan rahmat dan salam kepada junjungan dan penghulu kita Nabi Muhammad beserta keluarga dan sahabat beliau. Ya Allah! Apa yang saya lakukan pada tahun ini tentang sesuatu yang Engkau larang aku melakukannya, kemudian belum bertaubat, padahal Engkau tidak meridhai (merelakannya), tidak melupakannya dan Eengkau bersikap lembut kepadaku setelah Engkau berkuasa menyiksaku dan Engkau seru aku untuk bertaubat setelah aku melakukan kedurhakaan kepada-Mu, maka sungguh aku mohon ampun-Mu, maka ampunilah aku! Dan apapun yang telah aku lakukan dari sesuatu yang Engkau ridhai dan Engkau janjikan pahala kepadaku, maka aku mohon kepada-Mu Ya Allah, dzat yang Maha Pemurah, dzat yang Maha Luhur lagi mulia, terimalah persembahanku. Dan janganlah Engkau putus harapanku dari Mu, wahai dzat yang Maha pemurah! Semoga Allah tetap melimpahkan rahmat dan salam kepada junjungan kita Muhammad beserta keluarga dan sahabat beliau."

Amalan di akhir bulan 
1 ) muhasabah 
bermuhasabah atau introspeksi diri atas segala sesuatu yang sudah dilakukan selama satu tahun
2) Banyak Berdzikir
" Subhaanallah wabihamdihi subhaanallahil 'adhiim" .
Bacaan tersebut terasa ringan diucapkan, namun memiliki timbangan amal yang sangat berat. Jadi, sebaiknya jangan menyia-nyiakan untuk tidak membaca dzikir tersebut.
3) Puasa Ayyamus Suud atau Siwad
Hal ini dijelaskan dalam Kitab Nihayatul Muhtaj ila Syarh al-Minhaj oleh Imam Al-Ramli:

" Disunahkan juga berpuasa di Ayyamus Sud (hari-hari gelap), yaitu pada tanggal 28 dan dua hari setelahnya. Dan hendaknya berpuasa dari tanggal 27 sebagai bentuk kehati-hatian."

#LKS_Jaladri_Nusantara
عَنِ ابْنِ عَبَّاس مَرْفُوعًا:مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ وَأَوَّلَ يَوْمٍ مِنَ الْمُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ الْمَاضِيَةِ وَافْتَتَحَ السَّنَةَ الْمُسْتَقْبَلَةِ بِصَوْمٍ جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةً خَمْسِينَ سَنَةً . أخرجه السيوطي في اللآلي المصنوعة
 
        Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA dengan status marfu’, ‘Orang yang puasa di hari terakhir bulan Dzulhijjah dan hari pertama bulan Muharram maka sungguh ia telah mengakhiri tahun yang telah lewat dan mengawali tahun yang datang dengan puasa, di mana puasa itu Allah jadikan untuknya sebagai pelebur (dosa) 50 tahun.’ Ditakhrij oleh As-Suyuthi dalam Al-La’ali Al-Mashnu’ah. Dalam perawinya terdapat Ahmad bin Abdillah Al-Harawi dan Wahb bin Wahb yang termasuk perawi lemah, kadzzab alias pembohong. (Abdurrahman As-Suyuthi, Al-La’ali al-Mashnu’ah, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: tanpa catatan tahun], juz II, halaman: 92). 

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺻَﻮْﻡَ ﻏَﺪٍ ﻣِﻦْ ﺍَﺧِﻴْﺮِ ﺍﻟﺴَّﻨَﺔِ ﺳُﻨَّﺔً ﻟﻠﻪ ﺗَﻌَﺎﻟﻰَ
     "Saya niat berpuasa sunnah akhir tahun esok hari karena Allah Ta’ala."
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺻَﻮْﻡَ ﻏَﺪٍ ﻣِﻦْ ﺍَﻭَّﻝِ ﺍﻟﺴَّﻨَﺔِ ﺳُﻨَﺔَ ﻟﻠﻪ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ  
     "Saya niat berpuasa sunnah awal tahun esok hari karena Allah Ta’ala."

# LKS Jaladri Nusantara
# Nusantara Berbagi

Mengalir Tanpa Henti

AMAL KEBAIKAN YANG MENDAMPINGI MAYAT DI ALAM SANA

إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ : 
-عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ ، 
-وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ ، 
- وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ ، 
- أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ ، 
- أوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ ، 
- أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ ، 
- أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ
 
“Diantara pahala amal mukmin yang akan tetap mengalir setelah kematiannya ialah:
1️⃣ ilmu yang dia sebarkan.
2️⃣ anak soleh yang dia tinggalkan.
3️⃣mushaf yang dia wariskan.
4️⃣masjid yang dia bangun.
5️⃣rumah untuk Ibnu Sabil (orang yang sedang dalam perantauan).
6️⃣sungai yang dia alirkan.
7️⃣sedekah hartanya yang dia keluarkan ketika masih sehat dan hidup di (dunia), maka pahalanya akan menyusulnya setelah dia meninggal dunia". (HR. Ibnu Majah dengan sanad hasan ).
Sumber: Kitab Hidayatut Thalibin hal 436.
*****

Semoga diberi istiqamah, berkah dan manfaat. Amiin.

11 Amalan terbaik di hari Jum'at


*11 Amalan Hari Jumat yang Menambah Keberkahan & Kecintaan Terhadap Rasulullah*

Amalan hari Jumat apa yang seringkali sahabat lakukan? Semoga amalan-amalan kebaikan dari Rasulullah sudah diterapkan oleh sahabat. Sayang sekali jika sahabat melewatkan sunnah Rasulullah di hari Jumat yang banyak sekali keberkahannya. Allah SWT pun menjadikan hari Jumat sebagai hari yang penuh keberkahan dan perintah shalat Jumat menunjukkan luar biasanya hari Jumat. Agar sahabat semakin mendalami amalan-amalan hari Jumat, yuk simak ulasan artikel berikut ini: 

*1. Amalan hari Jumat dengan melaksanakan mandi sebelum shalat Jumat*
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘’Jika salah seorang di antara kalian menghadiri shalat Jumat, maka hendaklah ia mandi’’ (HR. Bukhari)

Amalan hari Jumat yang dianjurkan Rasulullah yaitu mandi sebelum melaksanakan shalat Jumat. Hal ini menjadi ciri khas dari Rasulullah yang selalu menjaga kebersihan. Sehingga, alangkah baiknya kita mencontoh amalan dari Rasulullah tersebut.
*2. Memperbanyak memakai wewangian 
Amalan hari jumat yang dilakukan oleh Rasulullah adalah memakai minyak wangi dan siwak, serta menjaga kebersihannya saat hendak shalat Jumat* Hal ini perlu dijadikan catatan agar kita senantiasa memakai parfum yang sewajarnya dan tidak berlebihan. 

“Hari ini (Jumat) adalah hari raya yang dijadikan Allah SWT untuk umat Islam. Bagi siapa yang ingin melaksanakan shalat Jumat, hendaklah mandi, memakai wangi-wangian kalau ada, dan menggosok gigi (siwak)’’ (HR. Ibnu Majah).
*3. Menerapkan amalan hari Jumat dengan bersiwak* 
Dari Abu Hurairah R.A, Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya tidak memberatkan atas umatku atau tidak memberatkan manusia, aku pasti memerintahkan mereka untuk bersiwak bersamaan dengan setiap kali shalat.” (HR. Bukhari, no. 887)

Rasulullah sangat menganjurkan untuk bersiwak. Senantiasa kita mencontoh amalan hari Jumat ini dengan konsisten yaitu bersiwak sebelum melakukan ibadah.
*4. Menggunakan pakaian yang sewajarnya* 
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-Araf:31)

Selain Rasulullah mengajarkan amalan untuk membersihkan diri dengan mandi, bersiwak, dan menggunakan wangi-wangian, Rasul juga senantiasa menggunakan pakaian yang sewajarnya dan tidak berlebihan. Hal ini selaras dengan Surah Al-Araf ayat 31 yang menegaskan juga bahwa Allah SWT menyukai hamba-Nya yang tidak berlebih-lebihan. 
*5. Bergegas berangkat shalat Jumat* 
‘’Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.’’ (QS. Al-Jumuah: 9)

Allah telah berfirman agar kita melaksanakan shalat Jumat dan bergegas melaksanakannya. Sebagaimana Rasulullah yang seringkali mencontohkan agar bergegas lebih awal mendatangi masjid sebelum shalat Jumat. Semoga kita senantiasa konsisten menerapkan amalan hari Jumat ini.
*6. Meninggalkan atau menunda jual beli terlebih dahulu*
Rasulullah SAW mengajarkan agar umat Muslim menjauhi segala jenis aktivitas dunia yang sifatnya mengganggu dan menghalangi ibadah pada hari Jumat. Oleh karena itu, dianjurkan untuk meninggalkan pekerjaan atau urusan dunia sejenak agar fokus melaksanakan ibadah shalat Jumat. Hal ini sudah dijelaskan oleh Allah SWT pada surah Al-Jumuah ayat 9 sebagai pengingat kita agar lebih fokus beribadah. 
*7. Memperbanyak membaca shalawat di hari Jumat*
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS. Al Ahzab: 56)

Allah SWT menganjurkan umat-Nya agar bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai hamba yang taat kepada Allah, senantiasa kita menjalankan perintah dari Allah SWT agar terus membaca shalawat kepada Rasulullah. 
Sebagaimana hadits yang menjelaskan pentingnya bershalawat di hari Jumat: “Perbanyaklah membaca shalawat kepadaku pada setiap hari Jumat, karena shalawat umatku disampaikan kepadaku setiap hari Jumat. Barang siapa dari kalian paling banyak membaca shalawat kepadaku, ia adalah orang yang dekat kedudukannya denganku.”

*8. Amalan hari jumat dengan melakukan shalat sunnah ba’diyah Jumat*
Rasulullah seringkali melaksanakan shalat sunnah dua rakaat setelah shalat Jumat. Sahabat muslim bisa menerapkannya agar senantiasa mengikuti sunnah dari Rasul dan mendapatkan keberkahan. 

Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah SAW biasa melaksanakan dua rakaat sebelum Zuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat setelah Maghrib di rumahnya, dan dua rakaat sesudah Isya. Dan beliau tidak mengerjakan sholat setelah pelaksanaan shalat Jumat hingga beliau pulang, lalu shalat dua rakaat.”  
*9. Amalan hari Jumat dengan membaca surah Al-Kahfi*
“Barang siapa yang membaca surah Al-Kahfi pada hari Jumat, akan dibentangkan baginya cahaya mulai dari bawah telapak kakinya sampai ke langit. Cahaya itu akan memancarkan sinar baginya pada hari kiamat. Dan ia akan mendapatkan ampunan dari Allah di antara dua Jumat.” (HR. Abu Bakr bin Mardawaih).

Membaca surah Al-Kahfi merupakan amalan hari Jumat yang seringkali kita dengar sebagai sunnah Rasulullah. Sahabat muslim bisa mengamalkannya di hari Jumat. Selain itu, membaca Surah Al-Kahfi jika dimaknai mendalam bisa menjadi reminder untuk mengingat betapa dahsyatnya hari kiamat yang akan menimpa manusia (QS. Al-Kahfi: 7). Sehingga, membaca Surah Al-Kahfi akan bermanfaat sebagai perenungan diri dan semakin mencontoh suri tauladan Rasul yang senantiasa membacanya. 

*10. Membaca doa dan dzikir*
Rasulullah adalah sosok yang seringkali berdoa dan berdzikir. Amalan hari Jumat yang dilakukan oleh Rasulullah sudah pasti adalah menyibukkan diri dengan berdoa dan berdzikir. Kita sebagai manusia hendaknya senantiasa meminta ampun kepada Allah SWT, meminta perlindungan, dan mohon diberikan petunjuk kebenaran oleh Allah SWT. 

*11. Bersedekah di hari Jumat*
Artinya, “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah:261)

Rasulullah senantiasa bersedekah di hari Jumat dan mengajarkan umatnya agar senantiasa ringan tangan. Selain memperoleh pahala di sisi Allah SWT, bersedekah akan membantu fakir miskin dan membuat ketakwaan kita semakin meningkat. Kita juga akan senantiasa diberikan kelapangan dada ketika bersedekah dan menerapkan apa itu keikhlasan. Banyaknya keutamaan bersedekah sebagaimana disebutkan di atas membuat kita tidak heran jika Rasulullah gemar bersedekah.

Berbagai amalan hari Jumat benar-benar memberikan contoh kepada kita agar mengikuti suri tauladan Rasul. Agar hidup kita senantiasa dilimpahi keberkahan, salah satu amalan hari Jumat yang sayang jika dilewatkan adalah bersedekah. Bahkan Allah SWT senantiasa akan melipatgandakan pahala jika kita bersedekah. 

‘’Dan sedekah pada hari itu (Jumat) lebih mulia dibanding hari-hari selainnya’’ 

(H.R. Ibnu Huzaimah). 

Share Agar dapat terus mengalir kebaikan 

santunan Yatim dan Duafa

Alhamdulillah barokalloh terimakasih kepada seluruh Muhsinin hamba pilihan Allah SWT yang telah berkurban untuk kelancaran kegiatan Santunan Yatim dan Duafa bersama dan yayasan Jaladri Nusantara, semoga Allah memberikan keberkahan kepada dermawan para Muhsinin Hamba pilihan Allah SWT barokalloh terimakasih atas bantuannya 

Kenaikan Kelas

Kriteria kenaikan kelas pada SMA Islam Teja Buana, berpedoman kepada Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas, Direktorat Pembinaan SMA Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah  tahun 2017

Persyaratan kenaikan kelas pada SMA Islam Teja Buana, secara khusus

Peserta didik dinyatakan naik kelas apabila memenuhi sebagai berikut :

Menyelesaikan seluruh program pembelajaran dalam 2 (dua) semester pada tahun pelajaran yang diikuti.
Predikat sikap minimal BAIK yaitu memenuhi indikator kompetensi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh satuan pendidikan.
Predikat kegiatan ekstrakurikuler wajib pendidikan kepramukaan minimal BAIK sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh satuan pendidikan.
Tidak memiliki lebih dari 2 (dua) mata pelajaran yang masing-masing capaian pengetahuan dan/atau keterampilan di bawah KKM. Apabila ada mata pelajaran yang tidak mencapai KKM pada semester ganjil dan/atau semester genap, maka ketuntasan mata pelajaran diambil dari rata-rata nilai setiap aspek mata pelajaran pada semester ganjil dan genap
Maksimum ketidakhadiran siswa tanpa keterangan 20% dari jumlah tatap muka selama tahun pelajaran 2022/2023
Kelulusan

Kriteria kelulusan SMA Islam Teja Buana berdasarkan Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas, Direktorat Pembinaan SMA Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah  tahun 2017.

Peserta didik dinyatakan lulus dari Satuan Pendidikan setelah memenuhi Kriteria :  

Menyelesaikan seluruh program pembelajaran.
Memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik.
Lulus ujian sekolah dengan nilai minimal 65.
Berikut penjelasan mengenai ketiga kriteria tersebut :

Penyelesaian seluruh program pembelajaran untuk peserta didik SMA apabila telah menyelesaikan pembelajaran dari kelas X sampai dengan kelas XII.
Nilai sikap/perilaku minimal baik ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan hasil penilaian sikap oleh pendidik.
Kriteria kelulusan peserta didik dari ujian sekolah untuk semua mata pelajaran ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan perolehan nilai US.

Larangan 10 Hari Dzullhijah

ADALAH HARI AKHIR POTONG KUKU DAN RAMBUT bagi yang berkorban tahun ini

Bagi sahabat-sahabat yang berniat melaksanakan korban pada tahun ini, hari ini adalah hari terakhir dibolehkan memotong rambut dan kuku sebagaimana sabda Rasulullah S.A.W. maksudnya,

"Jika telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan salah seorang antara kamu semua ingin menyembelih korban, janganlah memotong rambut dan kukunya walau sedikit."

(Hadis riwayat Muslim 1977.)

Salam 1 Dzullhijah

Salam 1 Dzulhijah 1444H
Sabda Rasulullah:
مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامِ الْعَشْرِ أَفْضَلَ مِنَ الْعَمَلِ فِي هَذِهِ ‏”‌‏.‏ قَالُوا وَلاَ الْجِهَادُ قَالَ ‏”‏ وَلاَ الْجِهَادُ، إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَىْءٍ ‏”‌‏.‏
“Tiada amalan yang dilakukan pada hari lain yang lebih baik daripada amalan pada 10 hari ini. Para sahabat bertanya: Walaupun Jihad? Baginda menjawab: Tidak juga Jihad, kecuali jika seseorang keluar dengan nyawa dan hartanya dan tidak kembali lagi. - HR al-Bukhari

Selamat merebut peluang pahala berganda di sepanjang 10 awal Dzulhijah ini. 


#dzulhijah #sedekahdaging #qurban #tandacinta #yayasanjaladri